Kamis, 22 November 2012

Biografi Wiji Thukul


Widji Thukul (Wiji Widodo) dilahirkan di Sorogenen, Solo, tanggal 26 Agustus 1963 dari keluarga tukang becak, dengan nama lengkap Widji Widodo. Mulai menulis puisi sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar-masuk kampung dan kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang pelitur disebuah perusahaan meubel.
Pendidikan tertinggi Thukul Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) jurusan tari itupun hanya sampai kelas dua lantaran kesulitan uang. Kendati hidup sulit, ia aktif menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis dengan anak-anak kampung disekitar tempat ia tinggal. Menikah dengan Sipon rekannya satu teater pada tanggal 23 Oktober 1988 dan dikaruniai dua orang anak, Hitri Nganthi Wani dan Fajar Merah.
Widji Thukul diundang membaca puisi di Kedutaan besar Jerman Jakarta oleh Goethe Institut tahun 1989. Mengikuti “3rd Asia-Pacific Trainer’s Workshop on Cultural Action” di Korea Selatan pada tahun 1990. Tampil ngamen puisi pada pasar malam puisi di Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta pada than 1991. Memperoleh Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting, Belanda, bersama budayawan WS Rendra di tahun 1991. Ditahun 1992, ia membacakan sajak di beberapa kota di Australia. Dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien Award tahun 2002. Selain itu, pada tahun 2002, kehidupannya sehari-hari didokumentasikan dalam film oleh Tinuk Yampolsky
Sampai saat ini, Widji Thukul tidak diketahui nasibnya, apakah ia sudah meninggal atau bersembunyi di suatu tempat. Widji Thukul tidak pernah terlihat lagi sejak peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta. Sejak peristiwa itu, ia selalu diburu aparat kepolisian dan tentara karena melalui puisi dan karya-karyanya dianggap melakukan tindakan subversive.
Keluarganya melaporkan hilang pada April 2000, sampai saat ini keberadaannya masih tetap misteri. Secara resmi, ia masuk daftar orang hilang pada tahun 2000.
Karya Sajak dan Puisi : Kicau Kepodang (1993), Suara Sebrang Sini (1994), Dari Negeri Poci 2 (1994), Mencari Tanda Lapang (1994), Tumis Kangkung Comberan (1996), Aku Ingin Jadi Peluru (2000), Pelo, Darman, Bunga dan Tembok, Peringatan,Kesaksian
Penghargaan : Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stichting, Belanda (1991) Penghargaan Yap Thiam Hien Award (2002)

(Dari Berbagai Sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar